[ Selasa, 11 Agustus 2009 ]
Aris-Indra Berhasil Kelabui Densus 88
JAKARTA - Hari ini, buron nomor wahid Densus 88, Noordin M. Top, genap berusia 41 tahun. Pria kelahiran Kluang, Johor, Malaysia, 11 Agustus 1968, tersebut diyakini masih hidup. Bahkan, dia diduga kuat sudah menyiapkan serangan balasan atas drama penyerbuan 18 jam di Temanggung, Jawa Tengah.
''Perintahnya untuk mewaspadai serangan balasan. Biarlah tim identifikasi bekerja. Yang tertanam di benak tim adalah itu bukan Noordin. Jadi, kita lebih waspada,'' ujar seorang perwira analis Bareskrim saat dihubungi Jawa Pos kemarin (10/8).
Sumber itu sedang berada di sebuah kota perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. ''Jalur keluarnya Noordin dari lokasi penggerebekan sedang dianalisis serius,'' katanya menolak membeberkan hasil rapat maraton tim analis dengan Densus 88 Mabes Polri itu.
Tim interogasi Densus 88 yang sudah tiga hari intensif mewawancarai Aris Susanto dan Hendra Arif Hermawan yang ditangkap di Temanggung ternyata tidak mendapat hasil signifikan. ''Hari ini (kemarin, Red) akan diinterogasi di Rutan Brimob Kelapa Dua, Depok,'' jelas perwira kelahiran Sleman, Jogjakarta, tersebut.
Pemindahan Aris dan Hendra dilakukan oleh tim khusus Densus 88. Keduanya dibawa dengan pengawalan superketat dari Mako Brimob Polda Jogjakarta menuju Bandara Adisucipto. Kemudian, mereka mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma pukul 13.05 dengan pesawat Fokker milik Densus 88.
Dari Halim, dengan pengawalan tiga mobil, Aris dan Hendra dibawa ke Rutan Brimob. ''Sampai sekarang belum selesai (interogasinya, Red),'' ungkap sumber yang mengaku selalu berkomunikasi dengan tim di Jakarta itu.
Polisi yakin Aris dan Hendra sudah mendapatkan materi taqiyah (menyembunyikan sesuatu dengan berpura-pura, Red). ''Kami menduga mereka sengaja memancing Densus menyerbu rumah Beji, sedangkan Noordin menyelinap jauh,'' tegasnya.
Metode taqiyah lazim digunakan jaringan Al Qaidah di Afghanistan. Satu yang terkenal adalah metode Syekh Ibnu Al Libi yang ditangkap CIA pada 2001. Karena pengakuan palsu Libi bahwa ada proyek rahasia di Iraq, Presiden AS George W. Bush membumihanguskan bumi Saddam Husein itu. Pada 2001, Libi resmi menarik pengakuan tersebut.
Apakah Aris sudah sehebat itu? Bukankah mereka sekadar simpatisan biasa? ''Justru sangat mungkin,'' ujar perwira yang pernah kursus antiterorisme di Singapura itu. Pendidikan teknik taqiyah merupakan materi awal dalam jaringan Noordin. ''Ibaratnya, itu materi basic training atau ospek ala penerimaan mahasiswa baru,'' jelasnya.
Peneliti terorisme yang juga konsultan ahli Densus 88 Dyno Cressbon mengamini pendapat tersebut. ''Noordin itu tiga kali lebih cepat dari polisi,'' ungkapnya di Jakarta kemarin. Pria yang mengaku sudah melihat foto jasad Temanggung tersebut yakin saat ini sel baru binaan Noordin sudah berkonsolidasi ulang.
''Dari informasi yang saya terima, Densus mengawasi seseorang bernama Romi yang diduga sebagai Noordin sejak dari Jatiasih. Tapi, itu bukan berarti Romi memang benar-benar Noordin,'' katanya.
Nama Romi tersebut muncul dari hasil penyadapan Densus 88 menggunakan alat cellular digital interceptor (Jawa Pos, 3 Agustus 2009). ''Harus diingat, ada satuan informan yang sudah digalang Noordin untuk melapis. Kalau satu orang tertangkap, informasi bahwa Noordin diburu itu sudah satu jam lebih cepat sampai ke telinganya sebelum polisi datang,'' tegas Dyno.
Lantas, siapa sosok kurus yang pernah dilihat intelijen Densus 88 sedang makan di kuburan dekat rumah Muh. Djahri? ''Saya menduga itu adalah utusan. Istilahnya, caraka Noordin yang diutus untuk menyiapkan tempat transit atau lokasi pelarian,'' tuturnya.
Sementara itu, diduga kuat, tubuh yang sekarang masih berada di ruang berpendingin di RS Polri Jakarta Timur tersebut adalah Ibrohim, florist Hotel Ritz-Carlton. Ibrohim yang dipersiapkan menjadi ''pengantin'' dalam serangan ke Cikeas itu punya ciri muka yang hampir sama. ''Belum bisa dipastikan Ibrohim atau siapa. Jangan katanya-katanya,'' ujar Kadivhumas Mabes Polri Irjen Nanan Soekarna kepada wartawan kemarin.
Dia menegaskan tak menutup-nutupi hasil identifikasi jenazah Temanggung tersebut. ''Mau Noordin kek, siapa kek, kami tetap mengejar,'' tegas alumnus Akpol 1978 tersebut.
Mantan Kapolda Sumatera Utara itu menjamin polisi transparan dalam kasus ini. ''Tapi, kalau sedang materi pengembangan penyelidikan, kami tidak bisa memberikan. Tolong teman-teman pahami,'' katanya
Setelah penggerebekan, Polri menyebarkan anggota di setiap kota di timur Temanggung hingga ke Jawa Timur. Sejumlah kota menjadi base camp. Namun, yang paling utama adalah Jogjakarta. Sejumlah tim pemburu teroris bermarkas di Kota Gudeg tersebut.
Sumber Jawa Pos mengatakan, Jogja menjadi markas karena terletak di "tengah-tengah". "Menjangkau ke mana pun, di kota mana pun yang menjadi persembunyian Noordin bisa dekat," papar sumber tersebut.
Menurut sumber itu, Noordin sebenarnya belum menginjakkan kaki di Temanggung. "Tapi masih di sekitar Jawa Tengah dan kota di Jawa Timur yang mendekati perbatasan Jawa Tengah seperti Ngawi," ucapnya.
Di kota-kota itu, basis NII (Negara Islam Indonesia) masih cukup kuat. Salah satu indikasinya, putra Mas Slamet Kastari, teroris pelarian dari Singapura yang ditangkap Juni lalu di Indonesia, bersekolah di sebuah sekolah yang diduga berafiliasi ke NII di Salatiga.
Sumber tersebut menambahkan bahwa dari pelacakan polisi selama ini, Noordin memang kini tengah merapat di kelompok NII. "Terutama sejak pentolan-pentolan JI kami tangkapi semua. Satu-satunya tempat paling aman bagi Noordin adalah berlindung di balik ketiak orang-orang NII," tutur sumber tersebut.
Persinggungan Dr Azhari dan Noordin dengan orang-orang NII sudah dimulai sejak di Poso. ''Ketika itu, hubungannya masih sebatas sesama 'berjuang' di Poso," urainya. Kedekatan itu mudah terjadi karena NII memang tergolong "saudara tua" JI. Pada sekitar 1993, JI terbentuk dari orang-orang NII yang sudah tidak sepakat dengan bentuk negara, dengan alasan tak realistis, karena NII sudah gagal dalam perjuangannya. "Jadi, memang masih ada ikatan emosi yang kuat," tambahnya.
Kerja sama terjalin lebih erat setelah Dr Azhari dan Noordin kembali ke Jawa. Ini terlihat dari peristiwa Bom Marriott 2003 dan Bom Kedutaan Australia 2004. Heri Golun, sopir sekaligus pengebom bunuh diri, adalah orang NII. Begitu pula Rois -otak pengeboman yang kemudian ditangkap tersebut- adalah orang NII. Seiring dengan semakin "habis"-nya (karena pentolan terus ditangkapi, Red) JI, Noordin kemudian semakin merapat ke NII.
Untuk itu, Noordin membawa "faksi"-nya di JI yang masih setia dengannya untuk membentuk jaringan baru berdasar orang-orang muda NII. Pilihan itu cukup rasional. Sebab, semua yang dibutuhkan Noordin bisa "dipenuhi" oleh NII. Perekrutan kader muda yang terus-menerus dan fikih jihad yang nyaris sama membuat Noordin tak sulit untuk mendapat pengikut.
Dengan sifat perekrutan NII yang sangat tertutup, banyak anggota baru yang telah dibaiat langsung memutus hubungan keluarga. ''Di Jogja dan Jawa Tengah, sering orang tua yang mengeluh, tiba-tiba anaknya 'menghilang','' tambahnya.
Menghilang berarti tak bisa dihubungi. Hanya si anak yang kemudian sesekali menghubungi keluarga untuk mengabarkan dirinya baik-baik saja. ''Biasanya terjadi di kalangan mahasiswa. Si anak merantau menempuh pendidikan dan tiba-tiba kemudian sudah bergabung dengan kelompok itu (NII, Red). Ini sering terjadi,'' tambahnya.
Dengan pola perekrutan seperti itu, tentu saja Noordin seperti mendapat "bahan bakar" yang tidak pernah habis. Dan polisi terus menerus kesulitan memetakan jaringan baru Noordin karena anggotanya yang terus-menerus baru. ''Kini kami melebarkan seluas mungkin pantauan kami terhadap organisasi-organisasi yang terlihat 'sevisi' dengan JI. Karena di situlah paling mungkin Noordin bersembunyi dan terus-menerus membentuk jaringan,'' tambahnya.
Selain itu, sumber tersebut mengatakan bahwa di Jawa Timur, Noordin mempunyai jaringan yang bisa dimanfaatkan. "Kami kini telah mencurigai Nur Chandra alias Anton yang hingga kini belum tertangkap. Kami masih memetakan ke mana saja Nur Chandra pergi," tambahnya.
Sesalkan Djahri Tak Lapor
Warga Dusun Beji, Kedu, Temanggung, waswas dan terusik oleh peristiwa penggerebekan orang yang diduga teroris di rumah Muh. Djahri Sabtu lalu (8/8). Karena itu, mereka menginginkan keluarga Muh. Djahri meninggalkan kampung itu.
Menurut Kepala Dusun Beji Hartoyo, sebagian warga emosional karena merasa ketenangan lingkungannya terganggu. ''Warga marah dan berniat mengusir keluarga Djahri. Kami akan membahas masalah ini saat rapat selapanan atau setiap 35 hari pada Sabtu Pahing nanti," ungkap Hartoyo Senin kemarin (10/8) di Temanggung.
Hartoyo mengakui dirinya kecolongan atas peristiwa itu. Sebab, dia hanya mendengar pengakuan dari Endang Estiningsih, 59, istri Djahri, bahwa ada tamu tidak dikenal yang datang pada Jumat dini hari (7/8). Berdasar aturan, tamu yang menginap hingga 24 jam harus dilaporkan kepada pengurus RT. Sayang, ketika itu, tidak ada laporan dari keluarga Endang.
''Mungkin, keluarga itu baru akan lapor sore harinya setelah tamu menginap selama 24 jam. Jadi, mungkin keluarga itu hanya belum sempat lapor saja," ujarnya. Selain itu, pihaknya tidak bisa intens memantau rumah Muh. Djahri karena berada di ujung dusun, tepatnya di garis perbatasan. (rdl/aga/ano/vie/jpnn/iro)